Selasa, 22 November 2011

PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN PERTANIAN JAWA TIMUR

Oleh:

MS. Wahyudi S


Abstrak
Tujuan tulisan ini adalah menganalisis fakta, tantangan dan strategi pembangunan pertanian Jawa Timur dengan prespektif ekonomi politik. Penurunan kontribusi pertanian terhadap PDRB, rendahnya anggaran pemerintah untuk pertanian, dan rendahnya nilai tukar petani (NTP) mengindikasikan pembangunan pertanian masih terpinggirkan di Jawa Timur. Secara ekonomi politik muncul berbagai kebijakan yang dapat merugikan petani dan keberlanjutan sektor pertanian.

PENDAHULUAN
Dalam kegiatan pembangunan di Propinsi Jawa Timur, Fungsi RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) adalah sebagai pemandu dan sekaligus pedoman yang menentukan arah jangka panjang pembangunan yang ingin dicapai atau diwujudkan sesuai karakteristik suatu daerah. Dengan kata lain, RPJPD propinsi Jawa Timur yang sudah disusun ini, bukan saja berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah tetapi sekaligus koridor dalam penyusunan visi, misi, dan berbagai program pebangunan kepala daerah dan pedoman dalam penyusunan RPJMD Propinsi Jawa Timur di setiap tahapan pembangunan jangka menengah.
RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) yang sudah ditandatangani oleh Gubernur pada 23 April 2009 sebagai Perda No. 1 tahun 2009 menyebutkan bahwa, VISI pembangunan Jawa timur adalah: ”Jawa Timur sebagai pusat AGROBISNIS terkemuka, berdaya saing global dan berkelanjutan menuju Jawa Timur Makmur dan berakhlak”.
Sebagaimana yang telah disampaikan dalam penjelasan RPJPD bahwa Sumberdaya ekonomi yang dikuasai sebagian besar masyarakat Jawa Timur adalah sumberdaya agrobisnis, yaitu sumberdaya agrobisnis yang berbasis tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan Jawa Timur adalah melalui pengembangan agrobisnis. Dengan demikian, pengembangan sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, koperasi dan disperindag merupakan sektor yang terkait langsung dengan target Jawa Timur sebagai pusat Agribisnis.
Periodesasi dalam RPJPD Jatim untuk pencapaian visi pembangunan sebagai Pusat Agrobisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global dan Berkelanjutan Menuju Jawa Timur Makmur dan Berakhlak dalam 20 tahun mendatang terbagi atas 4 (empat) tahapan yaitu tahap pertama (2005 - 2009), tahap kedua (2010 - 2014), tahap ketiga (2015-2019) dan tahap keempat (2020 - 2024). Pada tahap pertama, berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan ditujukan untuk menyediakan pondasi atau kerangka dasar bagi kemajuan daerah dalam rangka menopang percepatan kemajuan dan kesejahteraan daerah. Kerangka dasar kemajuan daerah melalui penguatan kelembagaan dan sarana Agrobisnis.
Tahun 2010 adalah memasuki tahap kedua RPJPD, Tahap ini ditujukan pada peningkatan kemampuan produksi dan distribusi produk agribisnis yang diharapkan dapat mengembangkan kemajuan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahap kedua ini, pengembangan jawa Timur sebagai pusat agrobisnis diarahkan pada sentra-sentra produk pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian disamping perluasan pasar, baik domestik maupun internasional. Dengan menempatkan agrobisnis sebagai sistem, konsekuesinya akan mengubah proporsi peran agrobisnis dalam perekonomian. Implikasi lebih lanjut adalah realokasi sumberdaya ekonomi yang lebih dominan ke pengembangan agrobisnis.
Namun suatu yang ironi, bahwa Jawa Timur yang merupakan daerah yang tergolong agraris dan memiliki visi sebagai pusat agrobisnis harus menghadapi kenyataan bahwa pasar dan politik masih mengeyampingkan sektor pertanian dan sumber daya alam lainnya. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis fakta, tantangan dan strategi pembangunan pertanian Jawa Timur dengan prespektif ekonomi politik.

AGENDA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR MENGENAI PERTANIAN
Upaya perwujudan visi pembangunan Jawa Timur dilakukan melalui pelaksanaan misi dan strategi pembangunan. Misi yang menjadi catatan dalam tulisan ini yaitu Mengembangkan Perekonomian Modern Berbasis Agribisnis. Pada misi tersebut terdapat agenda arah kebijakan dan agenda yang berkaitan dengan pengembangan sektor pertanian yang menjadi catatan utama adalah sebagai berikut:
  1. Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian serta menjamin kontinyuitas produk pertanian dalam rangka swasembada pangan, pemenuhan pasar dan ketahanan pangan termasuk peternakan, perkebunan, kehutanan serta perikanan dan kelautan. Agenda ini merupakan Arah Kebijakan dari Transformasi Sistem Agrobisnis.
  2. Peningkatan kualitas pertumbuhan sektor pertanian yang merupakan agenda dari Arah Kebijakan dari Penguatan Struktur Perekonomian.
  3. Mendorong peran intermediasi perbankan dalam penyediaan kredit untuk koperasi dan UMKM. Agenda ini merupakan Arah Kebijakan dari Optimalisasi Peran Lembaga Keuangan dan Perbankan yang diarahkan untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengembangan agrobisnis.
Adapun Indikasi dari keberhasilan misi Mengembangkan Perekonomian Modern Berbasis Agribisnis, yaitu tercapainya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang berkualitas, meningkatnya kontribusi pangan Jawa Timur terhadap nasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tercermin dari meningkatnya PDRB per kapita dan indeks nilai tukar petani/nelayan (NTP/NTN) dan menurunnya angka pengangguran serta kemiskinan.

KONDISI SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TIMUR
Pada hakikatnya visi Jawa Timur menjadi propinsi Agribisnis di tahun 2020 sangat potensial untuk direalisasikan dikarenakan Jawa Timur dapat dikatakan memiliki beberapa keunggulan di sektor pertanian. Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ), Sektor Pertanian juga menjadi Sektor Unggulan di beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu sebanyak 26 Kabupaten/Kota. Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sektor-sektor apa saja yang termasuk dalam sektor unggulan. Sektor unggulan merupakan sektor-sektor yang mempunyai peranan kuat di suatu daerah bila dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain. Sektor ekonomi dikatakan kuat apabila sektor tersebut tidak hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, tetapi juga mampu melayani pasar di daerah lain.
Dari hasil analisis LQ dapat diketahui suatu sektor dikatakan sektor unggulan atau bukan, ditentukan dengan kriteria sebagai berikut; sektor-sektor yang mempunyai angka LQ > 1 termasuk sektor unggulan, sedangkan bila angka LQ < 1 bukan termasuk sektor unggulan. Adapun Kabupaten/Kota yang sektor pertaniannya menjadi sektor unggulan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1. Sektor Unggulan untuk Sektor Pertanian
pada Masing-Masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Sumber: Data diolah

Berdasarkan gambar 1. Dapat diketahui bahwa hampir semua kabupaten/kota di Jawa Timur memiliki sektor unggulan untuk sektor pertanian. Kabupaten/kota tersebut yaitu: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Kota Batu. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat berpotensi di mayoritas kabupaten/kota di Jawa Timur.
  Selain itu, Propinsi Jawa Timur juga memiliki kontribusi yang besar terhadap komoditi pangan nasional. Berdasarkan data pada tahun 2008 Jawa Timur mampu menjadi penyuplai komoditi pangan nasional sampai dengan 20% dari total komoditi yang dibutuhkan. Namun, potensi ini seakan belum dimaksimalkan oleh kondisi pasar di Jawa Timur.
Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir mengindikasikan pasar mulai cenderung mengeyampingkan sektor pertanian di Jawa Timur. Pertama, Secara keseluruhan kontribusi produksi pangan Jawa Timur terhadap pangan nasional pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2008 mampu menyuplai komoditi pangan sampai dengan 20%, pada tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 18,91%. Adapun kontribusi produksi pangan Jawa Timur terhadap pangan nasional pada tahun 2008 dan 2009 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Kontribusi Produksi Pangan Jawa Timur
Terhadap Pangan Nasional (Tahun 2008 – 2009)
No
Komoditas
2008
2009
Produksi
Jatim
Produksi
Nasional
%
Produksi
Jatim
Produksi
Nasional
%
1
Padi
10.474.773
60.325.925
17,36
11.096.154
62.561.146
17,74
2
Jagung
5.053.052
16.317.252
30,97
5.193.648
17.041.215
30,48
3
Kedelai
277.281
775.710
35,75
333.853
924.511
36,11
4
Kac. tanah
202.345
770.034
26,28
219.671
763.507
28,77
5
Kacang Hijau
72.200
297.997
24,23
89.226
286.236
31,17
6
Ubi Kayu
3.533.772
20.834.241
16,96
3.218.434
21.990.381
14,64
7
Ubi jalar
136.556
1.824.140
7,49
159.327
1.947.311
8,18
8
Buah-buahan
3.808.909
12.361.851
30,81
3.002.660
12.361.851
30,81
9
Sayuran
1.302.051
8.433.130
15,44
1.093.992
8.433.130
15,44
10
Gula
1.245.208
2.800.946
44,46
1.079.236
2.624.000
41,13
11
Daging
305.124
2.136.727
14,28
268.144
2.181.169
12,29
12
Telur
345.414
1.323.601
26,10
375.623
1.323.601
26,10
13
Susu 
361.175
647.000
55,82
428.597
647.000
55,82
14
Ikan 
634.895
9.051.000
7,01
625.492
10.650.000
5,87

Total
27.752.755
137.899.554
20,13
27.184.057
143.735.058
18,91
Sumber : Paparan Gubernur Jatim yang disampaikan pada acara Rapat Teknis Koordinasi   dan Sinkronisasi RKP – RKPD PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA 2010 & 2011

Komoditas dari produksi Jawa Timur yang mampu memberikan kontribusi terbesar terhadaap produksi pangan nasional yaitu Susu dengan kontribusi sebesar 55,82%, sedangkan yang terendah yaitu komoditas Ikan dengan kontribusi sebesar 7,01% pada tahun 2008 dan turun menjadi 5,87% pada tahun 2009. Kontribusi masing-masing komoditas pada tahun 2008 – 2009 ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Komoditas yang mengalami peningkatan yaitu padi, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar. Sedangkan yang mengalami penurunan yaitu jagung, ubi kayu, gula, dan ikan.
Kedua, Kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur juga dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2006 memiliki kontribusi sebesar 17,14% mengalami penurunan dari tahun ke tahun menjadi 15,65% pada triwulan II 2010. Adapun besarnya kontribusi pertanian terhadap PDRB Jawa Timur dari tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDRB
di Jawa Timur (Tahun 2008 – 2009)
No
Sektor/Sub-sektor
Kontribusi Masing-Masing Sektor
2006
2007
2008
2009
2010*
1
Pertanian
17,14
16,66
16,57
16,39
15,65
2
Pertambangan & Penggalian
2,01
2,09
2,17
2,17
2,14

PRIMER
19,15
18,75
18,74
18,56
17,79
3
Industri Pengolahan
26,83
26,46
28,49
28,04
27,24
4
Listrik & Air Bersih
1,7
1,79
1,91
1,82
1,82
5
Bangunan
3,33
3,18
3,34
3,4
4,04

SEKUNDER
31,86
31,43
33,74
33,26
33,1
6
Perdagangan, Hotel & Restoran
30,13
30,77
29,36
29,44
30,91
7
Pengangkutan & Komunikasi
5,72
5,81
5,32
5,69
5,52
8
Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
5,02
5,13
4,68
4,76
4,85
9
Jasa-Jasa
8,13
8,11
8,15
8,29
7,83

TERTIER
49,00
49,82
47,51
48,18
49,11
 
PDRB
100
100
100
100
100
Sumber : BPS (diolah)
                * Triwulan II 2010

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa kontribusi pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan, dari 17,14% pada tahun 2006, 16,66% pada tahun 2007, 16,57% pada tahun 2008, 16,39% pada tahun 2009 dan menjadi 15,65% pada tahun 2010.
Ketiga, Tenaga kerja di sektor pertanian merupakan pekerjaan mayoritas penduduk Jawa Timur. Namun dari tahun ke tahun juga mengalami penurunan, pada tahun 2007 sebesar 44,75% menjadi 42,36% pada Februari 2010. Kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian dapat dilihat pada gambar berikut:
     Gambar 2. Tenaga Kerja di Jawa Timur Tahun 2007-2010


 












Sumber : BPS (diolah)
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari: sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air Minum, Keuangan

Adapun perkembangan tenaga kerja sektor pertanian di Jawa Timur tahun 2007-2010 dapat dilihat gambar berikut:
Gambar 3. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
di Jawa Timur Tahun 2007-2010










Sumber : BPS (diolah)

Bila membandingkan besarnya tenaga kerja di sektor pertanian dengan kontribusi pertanian terhadap PDRB di Jawa Timur, maka seakan tidak sebanding. Mayoritas penduduk Jawa Timur bekerja di sektor pertanian tetapi kontribusinya terhadap PDRB masih relative kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur ekonomi Propinsi Jawa Timur ternyata dualisme dikarenakan dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian hingga saat ini masih merupakan sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber kehidupan masyarakat Jawa Timur (43%), sedangkan sektor industri hanya menyerap 13% akan tetapi kontribusinya sektor pertanian terhadap PDRB sebesar 15,65% dan sektor industri sebesar 27,24%.
Penurunan hal-hal tersebut merupakan hal yang wajar dikarenakan semakin berkembang suatu daerah, maka akan terjadi transformasi sektor pertanian yang membuat semakin kecil kontribusi sektor pertanian. Arifin dan Didik (2001) berpendapat bahwa penurunan ini sesuai Hukum Engel yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, maka proporsi pengeluaran terhadap bahan-bahan makanan yang diproduksi sektor pertanian akan semakin menurun. Dalam istilah ekonomi mikro, elastisitas permintaan terhadap makanan lebih kecil dari satu (inelastis), sehingga peningkatan permintaan terhadap bahan makanan tidaklah sebesar permintaan barang-barang hasil sektor industri dan jasa. Dengan sendirinya kontribusi terhadap PDB akan makin kecil dengan semakin besarnya tingkat pendapatan. Sehingga ketenagakerjaan juga mengalami penurunan dikarenakan masyarakat merasa sektor pertanian kurang menjanjikan bagi kesejahteraan mereka dan memilih berpindah pada sektor-sektor yang dianggap lebih menjanjikan.
 Penurunan hal-hal tersebut akan tidak menjadi wajar ketika penurunan tersebut dipersepsikan bahwa sektor pertanian menjadi tidak penting dalam proses pembangunan, sektor pertanian menjadi sektor yang dikesampingkan dan lebih mengembangkan sektor industri dan jasa. Bahkan pengembangan sektor industri dan jasa yang sering diklaim sebagai representasi sektor modern dibangun dengan basis paradigma konglomeratif dan kapitalisme semu.
Padahal bila kita mengikuti teori Adam Smith mengenai spesialisasi, maka untuk meningkatkan atau mengembangkan daya saing perekonomian daerah Jawa Timur, maka diperlukan adanya spesialisasi yang diperoleh sesuai potensi yang dimiliki, dan dapat dilihat bahwa Jawa Timur memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.
Arsyad (1999) Peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian sektor tersebut. Jika para perencana dengan sungguh-sungguh memperhatikan kesesejahteraan masyarakatnya, maka satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakat di daerah tersebut yang ternyata mayoritas menggantungkan hidupnya pada kesejahteraan sebagian besar anggota masyarakatnya yang hidup di sektor pertanian itu.
.
POLITIK DAN SEKTOR PERTANIAN DI JAWA TIMUR
Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh para petani sendiri. Pertanian tidak dapat berkembang tanpa adanya perkembangan yang sesuai pada bidang-bidang kehidupan lainnya pada masyarakat dimana pertanian itu dilaksanakan. Oleh karena itu diperlukan campur tangan pembuat kebijakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Di Jawa Timur, pertanian seringkali dijadikan komoditas politik oleh para politikus dalam setiap janjinya menjelang pemilu. Mereka menyadari bahwa mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian, sehingga untuk mendapatkan suara yang banyak untuk memilihnya harus memberikan janji untuk mengembangkan para petani dan pertanian di daerah tersebut.
Politikus sangat memahami situasi yang ada sehingga bila mereka dalam janji politiknya tidak mengedapankan pertanian maka resiko yang dia tanggung sudah diperhitungkan. Adapun isu-isu yang sering dijadikan strategi dalam kampanye para politikus yaitu mengenai ketahanan pangan, pengembangan agrobisnis, kesejahteraan petani, dan sebagainya.
Perlu disadari bahwa dunia politik penuh dengan intrik, sehingga hal-hal demikian adalah wajar. Namun sebenarnya janji-janji tersebut dapat dijadikan sebagai kredibilitas para politisi tersebut. Rakyat akan memperhitungkan kembali pada pemilu berikutnya bilamana janji-janji tersebut tidak terealisasikan.
Apabila politikus tersebut berada pada level eksekutif, maka janji-janji tersebut diwujudkan dalam visi, misi, strategi, arah kebijakan, agenda dan program yang tertuang dalam RPJMD dan juga RPJPD. Bagaimanakah konsistensi pemerintah Jawa Timur dalam mewujudkan pembangunan pertanian di Jawa Timur?
Beberapa kondisi yang telah disampaikan seakan mengindikasikan bahwa pemerintah lebih banyak berpihak pada sektor industri dengan dalih mempercepat pembangunan ekonomi, dan hanya menjadikan sektor pertanian sebagai sektor penunjang, bukan sektor andalan atau basis pembangunan ekonomi sebagaimana yang dijanjikan dalam visi pembangunan Jawa Timur. Hal ini membuat daya saing sektor pertanian terhadap sektor-sektor modern terus berkurang. Penurunan pangsa sektor pertanian yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, seakan menimbulkan persepsi dari elite pemerintah untuk tidak terlalu memperhatikan dan mengembangkan sektor pertanian.
Hal ini bisa dilihat dari kecilnya saluran pinjaman bank untuk sektor pertanian, padahal modal tersebut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian. Perlu diketahui, bahwa salah satu agenda Jawa Timur yaitu mendorong peran intermediasi perbankan dalam penyediaan kredit untuk koperasi dan UMKM. Agenda ini merupakan Arah Kebijakan dari Optimalisasi Peran Lembaga Keuangan dan Perbankan yang diarahkan untuk meningkatkan peran sertanya dalam pengembangan agrobisnis. Dengan demikian diharapkan juga perbankan memiliki perhatian pada pengembangan sektor pertanian.
Berdasarkan data yang telah ada, rata-rata prosentase pinjaman bank umum untuk sektor pertanian sebesar 5,75%. Adapun posisi pinjaman bank umum berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4. Pinjaman Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi
di Jawa Timur Tahun 1994 - 2007









Sumber : BI Surabaya (diolah)

Sedangkan pada bank pemerintah juga tidak terlalu jauh perbedaanya yaitu sebesar 7,73% dari total pinjaman yang telah diberikan, Hal ini mengindikasikan perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian masih relatif kecil. Posisi pinjaman bank pemerintah berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Pinjaman Bank Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi
di Jawa Timur Tahun 1994 - 2007
Sumber : BI Surabaya (diolah)

Bukti lainnya yaitu alokasi anggaran pemerintah terhadap pembangunan pertanian di Jawa Timur. Anggaran sektor pertanian yang menjadi ujung tombak pencapaian misi RPJPD masih jauh dari semangat pencapaian visi di tahun 2020. Pada  tahun 2010 APBD 2010 yang mencapai sebesar Rp 7 triliun, ternyata hanya  Rp 210 miliar saja atau hanya 2,87% saja yang dialokasikan untuk program pertanian. Sedangkan pada usulan RAPBD 2011, Titik Indrawati yang merupakan anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Jatim mengatakan untuk sektor pertanian dalam RAPBD Jatim 2011 dianggarkan Rp 268 miliar atau 2,7% dari kekuatan RAPBD Jatim 2011 (Koran Suroboyo, 20 Oktober 2010).  
Bila dilihat prosentasenya, maka anggaran untuk pertanian mengalami penurunan. Padahal secara politik, sektor pertanian sering digunakan sebagai janji dan alat untuk mewujudkan ambisi politik yang diinginkan. Akan tetapi bila melihat anggaran tersebut, keberpihakan pada sektor pertanian menjadi semu belaka karena ternyata tidak banyak alokasi anggaran untuk sektor dimana mayoritas penduduk Jawa Timur mencari penghidupan ini.
Keberpihakan pemerintah terhadap sektor pertanian patut dipertanyakan, Padahal peran pemerintah berupa kebijakan atau peraturan sangatlah dibutuhkan oleh petani. Beberapa permasalahan yang terjadi karena keputusan politik dan juga karena ketidakmampuan politisi (pemerintah) untuk membuat kebijakan yang berpihak pada petani adalah sebagai berikut: Pertama, kebijakan impor ketan dari Thailand yang direncanakan pada akhir tahun 2010 ini. Suatu yang ironi, meskipun Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional masih harus mengimpor beberapa komoditi pangan. Padahal ketan seringkali dijadikan bahan pangan lokal, misalnya saja lemper.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Fattah Jasin (harianbhirawa, 18 November 2010) berkaitan dengan impor ketan menyampaikan tahun ini permohonan yang masuk sekitar 10 ribu ton dan sudah realisasi sekitar 5.000 ton. Seharusnya kondisi ini tidak perlu terjadi, bilamana pemerintah mengoptimalkan daerah-daerah yang berpotensi menghasilkan ketan. Misalnya saja Kabupaten Lumajang yang berdasarkan data Dinas Pertanian (DISTAN), merupakan daerah yang menjadi andalan ketersediaan beras ketan. Areal tanam ketan sekitar 2000 hektare di Lumajang, perhektar dapat menghasilkan 6 hingga 8 ton per hektar, atau lebih dari 9 ribu ton beras ketan yang diproduksi oleh petani dari Lumajang.
Selain ketan, ternyata Jawa Timur juga harus mengimpor kedelai yang notabenenya sebagai bahan utama pembuatan tahu dan tempe. Terkait hal ini, DISTAN Jatim menyebutkan karena luas panen kedelai yang mengalami menurunan sebesar 24.797 hektar dengan penurunan volume produksi kedelai sebesar 33.277 ton. Menurut Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Distan Jatim, Achmad Nurfalakhi mengatakan dengan produksi kedelai yang ada, Jatim masih memerlukan impor kedelai sebesar 62.000 ton untuk menutupi kebutuhan selama setahun.
Menurut analisis penulis, kebijakan ini berkaitan dengan teori pilihan  dengan pendekatan rasional yang berorientasi pada efisiensi. Efisiensi dalam ilmu ekonomi berarti bahwa kita dapat memperoleh utilitas tertinggi sesuai kendala yang dihadapi, dan dalam konsep efisiensi kolektif yang digunakan adalah pareto optimum. Jika sudah mencapai pareto optimum berarti bahwa aransemen yang ada sudah yang terbaik (Deliarnov, 2006).
Dengan demikian kebijakan impor sebenarnya merupakan keputusan yang dipandang secara biaya dan waktu adalah efisien. Namun, apakah ini menguntungkan bagi pertanian Jawa Timur? Tentu jawabannya tidak, kebijakan ini justru lebih menguntungkan pedagang dan pihak asing. kebijakan ini juga bertentangan dengan agenda propinsi Jawa Timur berupa Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian serta menjamin kontinyuitas produk pertanian dalam rangka swasembada pangan. Secara jangka pendek kebijakan ini tepat untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik, namun dalam jangka panjang kebijakan ini dapat menjadikan ketergantungan propinsi Jawa Timur terhadap asing.
Kebijakan pemerintah Jawa Timur idealnya diprioritaskan pada pengadaan atau pengoptimalan dari daerah sendiri. Bila luas panen ketan maupun kedelai mengalami penurunan, maka pemerintah harus segera melakukan sosialisasi atau kebijakan agar petani dalam meningkatkan produktivitas tanamannya beralih dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern. Meskipun hal ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama dalam menjalankan kebijakan ini, akan tetapi dalam jangka panjang tentu kebijakan ini lebih menguntungkan bagi pertanian dan kebutuhan pangan di Jawa Timur. Namun, bila pilihan ini tidak digunakan maka bukan tidak mungkin kedepannya Jawa Timur juga melakukan impor beras yang merupakan bahan makanan pokok penduduk dikarenakan berdasarkan data BPS, luas panen padi mengalami penurunan dari 1.750.903 hektar pada tahun 2007 menjadi 1.736.048 hektar pada tahun 2008.
Kedua, Pertanian di Jawa Timur juga sering menghadapi permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi, Hal ini sebagaimana yang terjadi pada tahun 2008, kelangkaan pupuk bersubsidi terjadi di beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Padahal selisih harga pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi sangatlah besar yaitu ± Rp. 40.000,- sehingga bila untuk mendapatkan pupuk bersubsidi kesulitan maka biaya produksi pertanian tentu akan tinggi.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa nasib masyarakat yang ada di sektor pertanian seringkali terpinggirkan. Kondisi ini juga dapat tercermin dari nilai tukar, nilai tukar petani (NTP) Jawa Timur bulan November 2010 hanya naik 0,06 persen dari 99,25 menjadi 99,31. Namun nilai ini jika dibandingkan dengan lima provinsi di Pulau Jawa, angka ini sangatlah kecil. Padahal Jawa Timur merupakan daerah lumbung pangan nasional, akan tetapi NTP Petani di Jawa Timur masih kalah dengan daerah lain. Berikut ini adalah NTP lima propinsi di Pulau Jawa.
Tabel 3. Nilai Tukar Petani 5 Propinsi di Pulau Jawa Bulan Oktober-November 2010 (2007=100)
No
Propinsi
Bulan
Perubahan
Oktober 2010
November 2010
1
Banten
102,70
103,33
0,61
2
Jawa Barat
101,27
101,52
0,25
3
Jawa Tengah
102,62
103,16
0,52
4
D.I. Yogyakarta
113,67
114,36
0,61
5
Jawa Timur
99,25
99,31
0,06
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Jawa Timur No. 69/12/35/Th.VIII, 1 Desember 2010

Berdasarkan data tersebut, semua propinsi mengalami kenaikan NTP. Kenaikan NTP terbesar terjadi di Banten dan Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0,61 persen sementara kenaikan NTP terendah terjadi di Jawa Timur sebesar 0,06 persen. Kondisi yang memprihatinkan, daerah yang memiliki visi menjadikan pusat agrobisnis tetapi tingkat kesejahteraan petaninya sangatlah rendah. Rendahnya nilai NTP Jawa Timur dibandingkan propinsi lain juga mengindikasikan pertanian Jawa Timur lebih terpinggirkan dibandingkan propinsi lain.
Kondisi yang selalu kurang memihak petani, Deere dan Janvry dalam Yustika (2009: 252) mengindentifikasi terdapat tujuh mekanisme yang membuat petani terjerembab secara mengenaskan. Pertama, rent in labour services. Hal ini menggambarkan adanya kesulitan petani untuk mendapatkan akses kepemilikan lahan, sehingga mereka menyediakan diri bekerja diri sebagai buruh tani. Kedua, rent in kind, misalnya sewa bagi hasil yang dalam praktiknya menunjukkan kedaulatan tuan tanah dalam memberikan porsi bagi hasilnya.
Ketiga, rent in cash. Petani harus menyewa secara cash untuk mendapatkan akses mengolah lahan. Keempat, appropriation of surplus value via the wage, terdapat pengambilan surplus produksi dengan jalan pemberian upah standar. Kelima, appropriation via prices. Petani dirugikan akibat harga output anjlok di pasaran atau harga input yang membumbung, atau akibat keduanya sekaligus. Keenam, appropriation via usury. Pendapatan petani direnggut akibat tingkat suku bunga pinjaman yang lebih besar ketimbang harga pasar nasional maupun internasional.
Ketujuh, peasant taxation. Negara biasanya memajaki secara tidak langsung produk pertanian. Misalnya, Pajak ekspor untuk komoditi pertanian merupakan mekanisme umum terhadap terjadinya transfer pendapatan dari petani ke negara. Ketujuh mekanisme tersebut hampir seluruhnya bisa dijumpai dalam realitas pertanian Indonesia, termasuk Jawa Timur. Hal inilah yang harus menjadi agenda mendesak pemerintah Jawa Timur untuk mewujudkan pembangunan pertanian. Secara umum, pemerintah harus memberikan keleluasaan langsung kepada petani untuk melakukan kegiatan produksi maupun distribusi dan dengan tetap melindungi petani dari jerat pasar yang selama ini tidak ramah petani.
Namun, secara empiris setidaknya muncul empat alasan yang menyebabkan pemerintah kelihatan enggan mengambil prakarsa bagi peningkatan kesejahteraan petani (Yustika, 2009: 257), misalnya dengan cara memajaki sektor lain. Pertama, masalah fiskal. Pemerintah merasa sulit untuk mengambil pajak dari sektor industri (besar) yang dikuasai sekelompok orang, dan kalaupun berhasil sebagian mungkin hilang akibat korupsi. Kedua, secara politik masyarakat kota (sektor industri) lebih berpendidikan dan lokasi dekat dengan pusat pengambilan keputusan sehingga mampu menggagalkan rencana kebijakan transfer pajak.
Ketiga, banyak kepentingan komersial dan sektor industri dalam perekonomian agraris mengalami kemunduran akibat masalah free-rider. Keempat, sektor industri perkotaan juga mempekerjakan tenaga kerja tidak terampil, sehingga jika dipajaki akan memengaruhi keuntungan dan berpotensi kemungkinan PHK.
Selain itu, sektor pertanian yang semakin menurun peranannya sebagai tempat pemberi kerja, yang dapat dilihat dari penurunan PDB sektor pertanian yang semakin menurun juga menjadi alasan pemerintah. Alasan-alasan itulah yang membuat pemerintah merasa lebih baik untuk memajaki sektor pertanian (ketimbang sektor lain) karena secara ekonomi dan politik akan menimbulkan instabilitas yang lebih kecil.
Bila kondisi dan permasalahan yang sudah dipaparkan terus terjadi, maka kredibilitas pemerintah mengenai visi dan fakta langkah pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam mengembangkan agribisnis sebagai pondasi perekonomian Jawa Timur pantas dipertanyakan oleh masyarakat.

PENUTUP
Perhatian Pemerintah Propinsi Jawa Timur terhadap pertanian sekarang ini masih jauh dari amanat RPJPD. Langkah pemerintah untuk mewujudkan visi pembangunan sebagai Pusat Agrobisnis Terkemuka harus dimulai dari prioritas pengembangan sektor pertanian.
Salah satu indikasi dari keberhasilan misi Mengembangkan Perekonomian Modern Berbasis Agribisnis, yaitu tercapainya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang berkualitas, meningkatnya kontribusi pangan Jawa Timur terhadap nasional, Namun, pada tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun 2008. Hal ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk memperbaiki kinerja di sektor pertanian.
 Pada umumnya setiap daerah menggunakan metode peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka akan memfokuskan kebijakan ekonominya pada kegiatan produksi yang dihasilkan di daerah tersebut. Karenanya kebijakan daerah diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi secara keseluruhan melalui sektor-sektor yang mampu meningkatkan PDRB sebesar-besarnya. Sehingga pemerintah akan lebih berpihak pada kepentingan-kepentingan investor asing maupun lokal. Sebab merekalah kelompok yang paling dinamis dalam menggerakkan produksi suatu daerah. Bila demikian, maka tidak heran jika perhatian terhadap sektor pertanian masih kurang dikarenakan sektor ini kurang menjanjikan bagi kalangan investor.
Bagi para politisi yang menginginkan untuk memperjuangkan pertanian harus memiliki agenda untuk mengembangkan agrobisnis dan pertanian sebagai sektor basis pembangunan ekonomi Jawa Timur. Politisi (atau pemerintah) harus merangsang dunia usaha swasta agar berperan dalam mengembangkan agrobisnis, dan juga mengajak kepada petani untuk beralih dari bertani secara tradisional menjadi modern.
Sektor pertanian harus menjadi kunci pengentasan kemiskinan di Jawa Timur, untuk mengentaskan kemiskinan perlu ada penguatan  ke sektor pertanian. Hal ini dikarenakan selain menyerap tenaga kerja yang besar, Sektor ini merupakan potensi alam Jawa Timur sebagai daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap produksi pangan di Indonesia. Maka, diperlukan peran dan kesungguhan pemerintah pada sektor pertanian serta kreativitas masyarakat. Dengan begitu, komoditi pertanian di Jawa Timur mampu menjadi komoditas yang layak diperdagangkan tingkat nasional bahkan internasional.





























DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Bustanul dan D.J. Rachbini. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta: Grasindo

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan (Edisi Keempat), Yogyakarta: STIE-YKPN.

BPS Propinsi Jawa Timur, 2008. Analisa Penyusunan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial Jawa Timur.

BPS Propinsi Jawa Timur, 2008. Provinsi Jawa Timur dalam Angka.

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga

Harianbhirawa, 12 Oktober 2010. Sektor Pertanian, Primadona Yang Terabaikan

Harianbhirawa, 18 November 2010. Jatim Impor Ketan dari Thailand.  

Koran Suroboyo, 20 Oktober 2010. Pemprov Jatim Dinilai Abaikan Rakyat.

Kuncoro, M. (2003). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan. (2nd ed.). Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Partai Keadilan Sejahtera. 2009. Pandangan Umum FPKS Jatim terhadap APBD.

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2005 – 2025

Sukirno, Sadono, 2006, Ekonomi Pembangunan (Edisi Kedua), Kencana, Jakarta

Suman, Agus. 2010. Ekonomika Politik dan Kesejahteraan. Surabaya: Putra Media Nusantara

Todaro, Michael, P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar), Erlangga, Jakarta 

Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


1 komentar:

  1. Nama saya Sarnia Redzuan, saya menyangka bahawa semua syarikat pinjaman dalam talian menipu sehingga saya bertemu dengan syarikat pinjaman CHRISTABEL yang meminjamkan wang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Saya ingin menggunakan media ini untuk memberi amaran kepada orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia agar berhati-hati, kerana mereka menipu dan memberi pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin berkongsi kesaksian saya tentang bagaimana seorang rakan membawa saya ke pemberi pinjaman sebenar, selepas itu saya ditipu oleh beberapa pemiutang di internet. Saya hampir kehilangan harapan sehingga bertemu dengan pemiutang yang dipercayai ini yang bernama syarikat pelaburan pinjaman Christabel Missan. Syarikat Christabel meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebanyak 250 Billion RM (RM 250,000,000,000) dalam masa kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan gembira menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahawa saya akan menyampaikan berita baik agar orang ramai mendapat pinjaman mudah tanpa tekanan. Oleh itu, jika anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui e-mel: (Christabelloancompany@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika anda memenuhi syarat. Anda juga boleh menghubungi Christabel ibu melalui nombor whatsApp +1561496019

    Anda juga boleh menghubungi saya: (Redzuansarniaz@gmail.com) jika anda memerlukan bantuan atau maklumat lebih lanjut

    Saya mengucapkan terima kasih kepada rakan saya yang memperkenalkan saya kepada syarikat pinjaman yang jujur ​​Lady Lianmey Dian Pelangi melalui e-mel: lianmeylady@gmail.com

    BalasHapus